Kamis, 22 Maret 2018

AKULTURASI DAN PERKEMBANGAN BUDAYA ISLAM DI INDONESIA


SMAN3 BANGKO PUSAKO
Kelas                        : X IPA 2
Guru Pembimbing : Abdullah, S.Pd

Nama – nama Kelompok :
- Roro Andini
- Putri Indah Lestari
- Rusmiati Ria Lestari
- Ahmad Dzulkarnain
- Manuel Aprilio S

D. AKULTURASI DAN PERKEMBANGAN BUDAYA ISLAM DI INDONESIA
Apa itu akulturasi? Banyak para ahli yang memberikan definisi tentang akulturasi, antara lain menurut pendapat Harsoyo yaitu Akulturasi merupakan fenomena yang timbul sebagai hasil jika kelompok – kelompok manusia yang punya kebudayaan yang berbeda – beda bertemu dan mengadakan kontak secara langsung dan terus - menerus yang kemudian menimbulkan perubahan dalam pola kebudayaan yang original dari salah satu kelompok atau kedua – duanya,.
Dapat didefinisikan bahwa akulturasi sama dengan kontak budaya yaitu bertemunya dua kebudayaan yang berbeda melebur jadi satu menghasilkan kebudayaan baru namun tidak menghilangkan sifat kebudayaan aslinya.
Apakah di daerah kalian masih ada tradisi kuno yang dijalankan sampai sekarang? Jika masih ada, coba kalian perhatikan tradisi tersebut! Apakah ada unsur akulturasi antara tradisi Hindu-Budha atau Islam? karena tradisi lokal di Indonesia banyak yang merupakan akulturasi dari tradisi Hindu-Budha atau Islam.
Peradaban Islam ideologis bersumber pada Alqur’an dan Hadis. Dalam perkembangannya di Indonesia bersentuhan dengan unsur budaya pra-islam dan sekaligus menciptakan tatanan kehidupan sosial budaya yang penuh toleransi. Sikap islam yang sangat menghargai harmonisasi dengan budaya pra-islam membuka peluang masuk dan berkembangnya unsur baru.

1. Tradisi Lokal Indonesia
Keragaman suku bangsa yang tersebar di Nusantara merupakan kondisi objektif yang penting dan sangat berpengaruh dalam keseluruhan proses penyebaran dan pembentukan tradisi islam yang ada di Indonesia. Perbedaan suku bangsa itu tidak hanya menyangkut perbedaan bahasa, adat istiadat, dan sistem sosio kultural pada umumnya, tetapi juga perbedaan orientasi nilai yang menyangkut sistem keyakinan dan keragaman masyarakat.
Setiap suku bangsa, selain memiliki kepercayaan lokal masing – masing, juga memiliki sistem pengetahuan dan cara pandang yang berbeda satu dengan yang lainnya. Berdasarkan pada pengelompokan yang diperkenalkan oleh pelopor studi hukum adat yaitu, Van Vollenhoven, terdapat 19 wilayah hukum adat yang mengisyaratkan agama islam tersosialisasikan dalam masyarakat yang memiliki ciri adat tertentu. Interaksi antara hukum islam dan hukum adat yang telah ada sebelum islam menjadi perdebatan di berbagai daerah. Daerah yang keterkaitannya dengan adat begitu tinggi dan paling intens menerima proses islamisasi, antara lain Aceh, Sumatra Barat, dan Sulawesi Selatan. Terutama menyangkut persoalan untuk mempertemukan atau menyelaraskan agama dan adat dalam kehidupan sehari – hari.
Kepercayaan dan tradisi lokal dalam masyarakat yang masih terdapat sisa - sisa tradisi megalithikum pada dasarnya bertumpu pada keyakinan tentang adanya aturan tetap yang mengatasi segala yang terjadi dalam alam dunia. Aturan suprakosmis itu bersifat stabil, selaras, dan kekal. Trradisi kepercayaan dan sistem sosial budaya adalah produk masyarakat lokal dalam menciptakan keteraturan dengan membagi berbagai hal seperti benda, binatang, manusia, roh, dan sifat – sifatnya ke dalam 4 arah mata angin. Pembagian itu dilakukan juga untuk meramal keteraturan (keselamatan) dan ketidakteraturan hidup. Oleh karena itu, mereka melakukan berbagai cara dalam menjaga tatanan kosmos, seperti menceritakan kembali mitos, mempraktikkan isi mitos, melakukan upacara adat, menghadirkan  tata cara menanam dan memanen, melakukan korban dan selamatan, serta menjalankan upacara peralihan hidup.
Agama islam yang masuk ke wilayah Nusantara berhadapan dengan berbagai bentuk kepercayaan lokal dan Hindu-Budha. Di daerah yang terkena pengaruh islam yang kuat dan mendalam, tradisi kepercayaan lokal tidak dapat berkembang lebih lanjut. Pada saat islamisasi berlangsung, terjadi perubahan cara pandang penduduk lokal dalam melihat hubungan antara alam/benda dengan manusia.

2. Perpaduan Tradisi Lokal, Hindu-Budha, dan Islam Di Indonesia
Keragaman suku bangsa yang tersebar di Nusantara merupakan kondisi objektif yang penting dan sangat berpengaruh dalam keseluruhan proses penyebaran dan pembentukan tradisi islam di Indonesia. Perbedaan suku bangsa tidak hanya menyangkut perbedaan bahasa, adat istiadat, dan sistem sosio-kultural pada umumnya, namun juga perbedaan orientasi nilai menyangkut sistem keyakinan dan keragaman masyarakat. Kepercayaan dan tradisi lokal dalam masyarakat yang masih terdapat sisa - sisa tradisi meghalithikum (kebudayaan yang menghasilkan bangunan dari batu besar, seperti menhir yaitu tugu yang melambangkan arwah nenek moyang sehingga jadi benda pujaan. Dolmen yaitu bentuknya seperti meja batu berkakikan tiang satu yang merupakan tempat sasaji.
Indonesia sejak zaman neolithikum atau zaman batu muda di mana alat yang dibuat sudah diasah sehingga jadi halus dan indah. Dikatakan bahwa sejak zaman Neolithikum bangsa Indonesia telah mengenal :
1. Cara pertanian padi
2. Mengenal alat pemotong padi
3. Teknik pembuatan batil
4.peternakan; dsb.
Bersamaan dengan masukn dan berkembangnya agama islam, berkembang pula kebudayaan Islam di Indonesia. Unsur budaya itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam budaya Indonesia tanpa menghilangkan kepribadian Indonesia dan Islam. Akukturasi budaya Indonesia dan Islam juga mencakup unsur kebudayaan Hindu-Budha. Perpaduan budaya Indonesia dan Islam, antara lain sebagai berikut :
§      Seni Bangunan. Misalnya bangunan Makam dan Bangunan Mesjid
Fisik bangunan pada makam Islam sering dijumpsi bangunan kijing atau jirat (bangunan makam yang terbuat dari tembok batu bata) yang kadang disertai bangunan rumah (cungkup) di atasnya. Dalam Islam tidak ada aturan tentang adanya kijing atau cungkup. Adanya bangunan merupakan cirri bangunan candi dalam ajaran Hindu-Budha.
Tata upacara pemakaman terlihat jelas dalam bentuk upacara dan selamatan sesudah acara. Tradisi memasukkan jenazah dalam peti merupakan unsure tradisi zaman purba (kebudayaan megalithikum yang mengenal kubur batu) yang ada terus menerus sampai sekarang.
Penempatan makam terjadi akulturasi antara kebudayaan lokal, Hindu-Budha, dan Islam. Misalnya, makam terletak ditempat yang tinggi dan dekat dengan mesjid. Contoh : Makam Raja Mataram yang terletak di Bukit Imogiri dan makam para wali yang berdekatan dengan Mesjid. Dalam agama Hindu-Budha makam diletak dalam Candi.
Bangunan Mesjid merupakan salah satu wujud budaya Islam yang berfungsi sebagai tempat Ibadah. Dalam sejarah Islam, mesjid memiliki perkembangan yang beragam sesuai dengan daerah tempat berkembangnya. Di Indonesia, mesjid punya bentuk khusus yang merupakan perpaduan budaya Islam dengan budaya setempat. Perpaduan budaya pada bangunan terlihat seperti pada bentuk mesjid di pulau Jawa, bentuknya seperti pendopo (balai atau ruang besar tempat rapat) dengan komposisi ruang berbentuk persegi dan beratap tumpang.
§      Seni Rupa
Dapat dilihat pada ukiran bangunan makam. Hiasan pada jirat (batu kubur) yang berupa susunan bingkai candi. Pada dinding rumah, makam dan gapura terdapat corak dan hiasan yang mirip dengan yang terdapat pada Pura Ulu Watu dan Pura Sakenan Duwur di Tuban (Jawa Timur). Salah satu cabang seni rupa yang berkembang pada awal penyebaran agama islam di Indonesia adalah seni kaligrafi. Kaligrafi tersebut biasanya digunakan untuk menghias bangunan Makam atau Mesjid.
§      Aksara
Dalam hal aksara diwujudkan dengan berkembangnya tulisan Arab Melayu di Indonesia, yaitu tulisan Arab yang dipakai untuk menulis dalam bahasa Melayu. Tulisan Arab Melayu tidak menggunakan tanda a, i, u seperti lazimnya tulisan Arab. Tulisan Arab Melayu disebut dengan istilah Arab gundul.
§      Seni Sastra
Pada zaman Islam banyak berkembang di daerah selat Malaka (daerah Melayu) dan Jawa. Pengaruh yang kuat dalam karya sastra pada zaman Islam berasal dari Persia. Misalnya, Hikayat Amir Hamza, Hikayat Bayan Budiman, dan Cerita 1001 malam. Di samping itu pengaruh budaya Hindu-Budha juga terlihat dalam karya sastra Indonesia. Misalnya, Hikayat Pandawa Lima, Hikayat Sri Rama, Hikayat Kuda Semirang, dan Syair Panji Semirang.



§      Sistem Pemerintahan
Pengaruh agama Islam juga terjadi dalam bidang pemerintahan sehingga terjadi akulturasi antara kebudayaan Islam dan kebudayaan pra-Islam. Sebelum masuk agama Islam, di Indonesia telah berkembang sistem pemerintahan dalam bentuk kerajaan. Raja punya kekuasaan besar dan bersifat turun-temurun. Masuknya pengaruh Islam mengakibatkan perubahan struktur pemerintahan dalam penyebutan raja. Raja tidak lagi dipanggil maharaja, tetapi diganti dengan julukan sultan atau sunan (susuhunan), penambahan, dan maulana. Pada umumnya nama raja pun disesuaikan dengan nama Islam (Arab).
§      Sistem Kalender
Dalam sistem kalender dapat dilihat dengan berkembangnya sistem kalender Jawa atau Tarikh Jawa. Sistem kalender diciptakan oleh Sultan Agung dari Mataram pada tahun 1043 H atau 1643 M. Sebelum masuknya budaya Islam, masyarakat Jawa telah menggunakan kalender Jawa, nama bulan adalah Sura, Safar, Mulud, Bakda, Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rajab, Ruwah, Pasa, Syawal, Zulkaidah, dan Besar. Nama harinya adalah Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jum’at, Sabtu, dan Ahad yang dilengkapi hari pasaran, seperti Legi, Pahing, Pon, Wege, Kliwon.
§      Filsafat
Filsafat merupakan disiplin berusaha menjawab masalah yang tidak terjawab oleh disiplin ilmu yang lain. Filsafat akan mencari suatu kebenaran yang hakiki. Dalam mencari suatu kebenaran, umat islam menggunakan pendekatan tasawuf. Tasawuf adalah ilmu yang mempelajari tentang orang yang langsung mencari Tuhan karena terdorong oleh cinta dan rindu terhadap Tuhan.
Mereka meninggalkan masyarakat ramai dan kemewahan dunia serta mendekatkan diri pada Tuhan dengan seluruh jiwa dan raga mereka. Para pencari tuhan mengembara ke mana - mana. Mereka dinamakan sufi dan alirannya dinamakan tasawuf. Bersama dengan perkembangan tasawuf, muncul terekat di Indonesia, seperti terekat qadariyah. Terekat adalah jalan atau cara yang ditempuh oleh kaum sufi untuk mendekatkan dirinya pada Allah SWT.
§      Aliran Kebatinan
Dalam rangka mendekatkan diri kepada Tuhan, muncul usaha mencari Tuhan dari kalangan sufi. Seperti ajaran manunggaling kawulo gusti yang diajarkan oleh syeikh Siti Jenar banyak dipengaruhi oleh unsur budaya pra-Islam. Akibatnya, ia dihukum oleh para wali, karena dianggap menyesatkan.
§      Filsafat Jawa
Filsafat Jawa sangat erat sekali hubungannya dengan dunia pewayangan. Oleh karena itu, dalam penyebaran Islam di Pulau Jawa para wali menggunakan wayang sebagai medianya. Tokoh yang terkenal adalah Sunan Kalijaga.
3. Perbandingan Konsep Kekuasaan Di Kerajaan  Hindu-Budha Dengan Kerajaan Yang Bercorak Islam
Dalam ajaran Hinduisme dan Budhisme terdapat suatu pandangan yang dikenal sebagai kosmogoni (asal-usul alam semesta). Dalam konsepsi tersebut manusia menganggap bahwa antara dunia manusia dan jagat raya terdapat kesejajaran. Pandangan tersebut memengaruhi alam pikiran manusia sehingga melahirkan konsepsi tentang hubungan antara manusia dan jagat raya.Selanjutnya, hal itu dihubungkan dengan kegiatan politik dan kekuasaan yang berwujud dalam susunan pemerintahan. Hal itu terjadi juga pada kerajaan yang bercorak Hindu-Budha yang menganggap raja dan kerajaannya (mikro kosmos) merupakan gambaran nyata dari jagat raya (makro kosmos).
Dalam konsep kekuasaan kerajaan yang bercorak Islam, mengkultuskan raja tidak berlaku karena dalam ajaran agama Islam kedudukan antara manusia dengan Tuhan sangat berbeda. Tuhan berada di atas segala - galanya. Ajaran Islam menempatkan raja dalam kedudukan yang tidak semulia dan seagung pada zaman Hindu-Budha, tetapi sebagai khalifatullah, yaitu sebagai wakil penguasa di dunia dan akan dimintai pertanggungjawabannya nanti. Manusia yang akan diangkat sebagai khalifatullah akan mendapat tanda - tanda khusus dari Tuhan dalam bentuk perlambangan tertentu.
Dalam kitab Babad Tanah Jawi, dikisahkan bahwa takhta Kerajaan Majapahit sebelum diserahkan pada Raden Patah harus terlebih dahulu diduduki (dilungguhi) oleh Sunan Giri selama 40 hari sebagai syarat untuk menolak bala. Pelambang lainnya yang menunjukkan kekuatan magis adalah alat gamelan berupa gong. Di Kerajaan Banjar tanda yang berkekuatan magis berupa paying, keris, umbul-umbul, mahkota dan gamelan. Di Ternate, benda yang dianggap mempunyai kekuatan magis, antara lain mahkota kereta keranjang, paying, bendera, keris dan pedang.


DAFTAR PUSTAKA

Matroji.2008.Sejarah 2 SMA/MA.Jakarta: Bumi Aksara.
Gunawan, Restu, Dwi, dkk.2017.Sejarah Indonesia SMA/MA/SMK/MAK Kelas X.Jakarta: Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia.


0 komentar:

Posting Komentar

Jawaban Eksplorasi Konsep - Modul 1.2 Abdullah, S.pd CGP Angkatan 11

1. Manakah dari nilai-nilai Guru Penggerak yang dikuatkan setelah Bapak/Ibu memahami teori pilihan dan motivasi intrinsik? Nilai-nilai yang ...