SMAN3 BANGKO PUSAKO
Kelas : X IPA 2
Guru Pembimbing : Abdullah, S.Pd
Nama – nama Kelompok :
- Roro Andini
- Putri Indah Lestari
- Rusmiati Ria Lestari
- Ahmad Dzulkarnain
- Manuel Aprilio S
D.
AKULTURASI DAN PERKEMBANGAN BUDAYA ISLAM DI INDONESIA
Apa itu akulturasi? Banyak para ahli yang memberikan
definisi tentang akulturasi, antara lain menurut pendapat Harsoyo yaitu
Akulturasi merupakan fenomena yang
timbul sebagai hasil jika kelompok – kelompok manusia yang punya kebudayaan
yang berbeda – beda bertemu dan mengadakan kontak secara langsung dan terus -
menerus yang kemudian menimbulkan perubahan dalam pola kebudayaan yang original
dari salah satu kelompok atau kedua – duanya,.
Dapat didefinisikan bahwa akulturasi sama dengan kontak
budaya yaitu bertemunya dua kebudayaan yang berbeda melebur jadi satu
menghasilkan kebudayaan baru namun tidak menghilangkan sifat kebudayaan
aslinya.
Apakah di daerah kalian masih ada tradisi kuno yang
dijalankan sampai sekarang? Jika masih ada, coba kalian perhatikan tradisi
tersebut! Apakah ada unsur akulturasi antara tradisi Hindu-Budha atau Islam?
karena tradisi lokal di Indonesia banyak yang merupakan akulturasi dari tradisi
Hindu-Budha atau Islam.
Peradaban Islam ideologis bersumber pada Alqur’an
dan Hadis. Dalam perkembangannya di Indonesia bersentuhan dengan unsur budaya
pra-islam dan sekaligus menciptakan tatanan kehidupan sosial budaya yang penuh
toleransi. Sikap islam yang sangat menghargai harmonisasi dengan budaya
pra-islam membuka peluang masuk dan berkembangnya unsur baru.
1.
Tradisi Lokal Indonesia
Keragaman suku
bangsa yang tersebar di Nusantara merupakan kondisi objektif yang penting dan
sangat berpengaruh dalam keseluruhan proses penyebaran dan pembentukan tradisi
islam yang ada di Indonesia. Perbedaan suku bangsa itu tidak hanya menyangkut
perbedaan bahasa, adat istiadat, dan sistem sosio kultural pada umumnya, tetapi
juga perbedaan orientasi nilai yang menyangkut sistem keyakinan dan keragaman
masyarakat.
Setiap suku bangsa,
selain memiliki kepercayaan lokal masing – masing, juga memiliki sistem
pengetahuan dan cara pandang yang berbeda satu dengan yang lainnya. Berdasarkan
pada pengelompokan yang diperkenalkan oleh pelopor studi hukum adat yaitu, Van
Vollenhoven, terdapat 19 wilayah hukum adat yang mengisyaratkan agama islam
tersosialisasikan dalam masyarakat yang memiliki ciri adat tertentu. Interaksi
antara hukum islam dan hukum adat yang telah ada sebelum islam menjadi
perdebatan di berbagai daerah. Daerah yang keterkaitannya dengan adat begitu
tinggi dan paling intens menerima proses islamisasi, antara lain Aceh, Sumatra
Barat, dan Sulawesi Selatan. Terutama menyangkut persoalan untuk mempertemukan
atau menyelaraskan agama dan adat dalam kehidupan sehari – hari.
Kepercayaan dan
tradisi lokal dalam masyarakat yang masih terdapat sisa - sisa tradisi
megalithikum pada dasarnya bertumpu pada keyakinan tentang adanya aturan tetap
yang mengatasi segala yang terjadi dalam alam dunia. Aturan suprakosmis itu
bersifat stabil, selaras, dan kekal. Trradisi kepercayaan dan sistem sosial
budaya adalah produk masyarakat lokal dalam menciptakan keteraturan dengan
membagi berbagai hal seperti benda, binatang, manusia, roh, dan sifat –
sifatnya ke dalam 4 arah mata angin. Pembagian itu dilakukan juga untuk meramal
keteraturan (keselamatan) dan ketidakteraturan hidup. Oleh karena itu, mereka
melakukan berbagai cara dalam menjaga tatanan kosmos, seperti menceritakan kembali
mitos, mempraktikkan isi mitos, melakukan upacara adat, menghadirkan tata cara menanam dan memanen, melakukan
korban dan selamatan, serta menjalankan upacara peralihan hidup.
Agama islam yang
masuk ke wilayah Nusantara berhadapan dengan berbagai bentuk kepercayaan lokal
dan Hindu-Budha. Di daerah yang terkena pengaruh islam yang kuat dan mendalam,
tradisi kepercayaan lokal tidak dapat berkembang lebih lanjut. Pada saat
islamisasi berlangsung, terjadi perubahan cara pandang penduduk lokal dalam
melihat hubungan antara alam/benda dengan manusia.
2.
Perpaduan Tradisi Lokal, Hindu-Budha, dan Islam Di Indonesia
Keragaman suku
bangsa yang tersebar di Nusantara merupakan kondisi objektif yang penting dan
sangat berpengaruh dalam keseluruhan proses penyebaran dan pembentukan tradisi
islam di Indonesia. Perbedaan suku bangsa tidak hanya menyangkut perbedaan
bahasa, adat istiadat, dan sistem sosio-kultural pada umumnya, namun juga
perbedaan orientasi nilai menyangkut sistem keyakinan dan keragaman masyarakat.
Kepercayaan dan tradisi lokal dalam masyarakat yang masih terdapat sisa - sisa
tradisi meghalithikum (kebudayaan yang menghasilkan bangunan dari batu besar,
seperti menhir yaitu tugu yang melambangkan arwah nenek moyang sehingga jadi
benda pujaan. Dolmen yaitu bentuknya seperti meja batu berkakikan tiang satu
yang merupakan tempat sasaji.
Indonesia sejak
zaman neolithikum atau zaman batu muda di mana alat yang dibuat sudah diasah
sehingga jadi halus dan indah. Dikatakan bahwa sejak zaman Neolithikum bangsa
Indonesia telah mengenal :
1. Cara pertanian padi
2. Mengenal alat pemotong padi
3. Teknik pembuatan batil
4.peternakan; dsb.
Bersamaan dengan
masukn dan berkembangnya agama islam, berkembang pula kebudayaan Islam di
Indonesia. Unsur budaya itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam budaya
Indonesia tanpa menghilangkan kepribadian Indonesia dan Islam. Akukturasi
budaya Indonesia dan Islam juga mencakup unsur kebudayaan Hindu-Budha.
Perpaduan budaya Indonesia dan Islam, antara lain sebagai berikut :
§
Seni
Bangunan. Misalnya bangunan Makam dan Bangunan Mesjid
Fisik bangunan pada
makam Islam sering dijumpsi bangunan kijing atau jirat (bangunan makam yang
terbuat dari tembok batu bata) yang kadang disertai bangunan rumah (cungkup) di
atasnya. Dalam Islam tidak ada aturan tentang adanya kijing atau cungkup. Adanya
bangunan merupakan cirri bangunan candi dalam ajaran Hindu-Budha.
Tata upacara pemakaman
terlihat jelas dalam bentuk upacara dan selamatan sesudah acara. Tradisi
memasukkan jenazah dalam peti merupakan unsure tradisi zaman purba (kebudayaan
megalithikum yang mengenal kubur batu) yang ada terus menerus sampai sekarang.
Penempatan makam
terjadi akulturasi antara kebudayaan lokal, Hindu-Budha, dan Islam. Misalnya,
makam terletak ditempat yang tinggi dan dekat dengan mesjid. Contoh : Makam
Raja Mataram yang terletak di Bukit Imogiri dan makam para wali yang berdekatan
dengan Mesjid. Dalam agama Hindu-Budha makam diletak dalam Candi.
Bangunan Mesjid merupakan
salah satu wujud budaya Islam yang berfungsi sebagai tempat Ibadah. Dalam
sejarah Islam, mesjid memiliki perkembangan yang beragam sesuai dengan daerah
tempat berkembangnya. Di Indonesia, mesjid punya bentuk khusus yang merupakan
perpaduan budaya Islam dengan budaya setempat. Perpaduan budaya pada bangunan
terlihat seperti pada bentuk mesjid di pulau Jawa, bentuknya seperti pendopo
(balai atau ruang besar tempat rapat) dengan komposisi ruang berbentuk persegi
dan beratap tumpang.
§
Seni
Rupa
Dapat
dilihat pada ukiran bangunan makam. Hiasan pada jirat (batu kubur) yang berupa
susunan bingkai candi. Pada dinding rumah, makam dan gapura terdapat corak dan
hiasan yang mirip dengan yang terdapat pada Pura Ulu Watu dan Pura Sakenan
Duwur di Tuban (Jawa Timur). Salah satu cabang seni rupa yang berkembang pada
awal penyebaran agama islam di Indonesia adalah seni kaligrafi. Kaligrafi
tersebut biasanya digunakan untuk menghias bangunan Makam atau Mesjid.
§
Aksara
Dalam
hal aksara diwujudkan dengan berkembangnya tulisan Arab Melayu di Indonesia,
yaitu tulisan Arab yang dipakai untuk menulis dalam bahasa Melayu. Tulisan Arab
Melayu tidak menggunakan tanda a, i, u seperti lazimnya tulisan Arab. Tulisan
Arab Melayu disebut dengan istilah Arab gundul.
§
Seni
Sastra
Pada
zaman Islam banyak berkembang di daerah selat Malaka (daerah Melayu) dan Jawa.
Pengaruh yang kuat dalam karya sastra pada zaman Islam berasal dari Persia.
Misalnya, Hikayat Amir Hamza, Hikayat Bayan Budiman, dan Cerita 1001 malam. Di
samping itu pengaruh budaya Hindu-Budha juga terlihat dalam karya sastra
Indonesia. Misalnya, Hikayat Pandawa Lima, Hikayat Sri Rama, Hikayat Kuda
Semirang, dan Syair Panji Semirang.
§
Sistem
Pemerintahan
Pengaruh
agama Islam juga terjadi dalam bidang pemerintahan sehingga terjadi akulturasi
antara kebudayaan Islam dan kebudayaan pra-Islam. Sebelum masuk agama Islam, di
Indonesia telah berkembang sistem pemerintahan dalam bentuk kerajaan. Raja
punya kekuasaan besar dan bersifat turun-temurun. Masuknya pengaruh Islam
mengakibatkan perubahan struktur pemerintahan dalam penyebutan raja. Raja tidak
lagi dipanggil maharaja, tetapi diganti dengan julukan sultan atau sunan
(susuhunan), penambahan, dan maulana. Pada umumnya nama raja pun disesuaikan
dengan nama Islam (Arab).
§
Sistem
Kalender
Dalam sistem kalender
dapat dilihat dengan berkembangnya sistem kalender Jawa atau Tarikh Jawa.
Sistem kalender diciptakan oleh Sultan Agung dari Mataram pada tahun 1043 H
atau 1643 M. Sebelum masuknya budaya Islam, masyarakat Jawa telah menggunakan
kalender Jawa, nama bulan adalah Sura, Safar, Mulud, Bakda, Jumadil Awal,
Jumadil Akhir, Rajab, Ruwah, Pasa, Syawal, Zulkaidah, dan Besar. Nama harinya
adalah Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jum’at, Sabtu, dan Ahad yang dilengkapi hari
pasaran, seperti Legi, Pahing, Pon, Wege, Kliwon.
§
Filsafat
Filsafat merupakan
disiplin berusaha menjawab masalah yang tidak terjawab oleh disiplin ilmu yang
lain. Filsafat akan mencari suatu kebenaran yang hakiki. Dalam mencari suatu
kebenaran, umat islam menggunakan pendekatan tasawuf. Tasawuf adalah ilmu yang
mempelajari tentang orang yang langsung mencari Tuhan karena terdorong oleh
cinta dan rindu terhadap Tuhan.
Mereka meninggalkan
masyarakat ramai dan kemewahan dunia serta mendekatkan diri pada Tuhan dengan
seluruh jiwa dan raga mereka. Para pencari tuhan mengembara ke mana - mana.
Mereka dinamakan sufi dan alirannya
dinamakan tasawuf. Bersama dengan
perkembangan tasawuf, muncul terekat di Indonesia, seperti terekat qadariyah.
Terekat adalah jalan atau cara yang ditempuh oleh kaum sufi untuk mendekatkan
dirinya pada Allah SWT.
§
Aliran
Kebatinan
Dalam rangka
mendekatkan diri kepada Tuhan, muncul usaha mencari Tuhan dari kalangan sufi.
Seperti ajaran manunggaling kawulo gusti yang diajarkan oleh syeikh Siti Jenar
banyak dipengaruhi oleh unsur budaya pra-Islam. Akibatnya, ia dihukum oleh para
wali, karena dianggap menyesatkan.
§
Filsafat
Jawa
Filsafat Jawa sangat
erat sekali hubungannya dengan dunia pewayangan. Oleh karena itu, dalam
penyebaran Islam di Pulau Jawa para wali menggunakan wayang sebagai medianya.
Tokoh yang terkenal adalah Sunan Kalijaga.
3.
Perbandingan Konsep Kekuasaan Di Kerajaan
Hindu-Budha Dengan Kerajaan Yang Bercorak Islam
Dalam ajaran Hinduisme dan Budhisme terdapat suatu
pandangan yang dikenal sebagai kosmogoni (asal-usul alam semesta). Dalam konsepsi
tersebut manusia menganggap bahwa antara dunia manusia dan jagat raya terdapat
kesejajaran. Pandangan tersebut memengaruhi alam pikiran manusia sehingga
melahirkan konsepsi tentang hubungan antara manusia dan jagat raya.Selanjutnya,
hal itu dihubungkan dengan kegiatan politik dan kekuasaan yang berwujud dalam
susunan pemerintahan. Hal itu terjadi juga pada kerajaan yang bercorak
Hindu-Budha yang menganggap raja dan kerajaannya (mikro kosmos) merupakan
gambaran nyata dari jagat raya (makro kosmos).
Dalam konsep kekuasaan kerajaan
yang bercorak Islam, mengkultuskan raja tidak berlaku karena dalam ajaran agama
Islam kedudukan antara manusia dengan Tuhan sangat berbeda. Tuhan berada di
atas segala - galanya. Ajaran Islam menempatkan raja dalam kedudukan yang tidak
semulia dan seagung pada zaman Hindu-Budha, tetapi sebagai khalifatullah, yaitu
sebagai wakil penguasa di dunia dan akan dimintai pertanggungjawabannya nanti.
Manusia yang akan diangkat sebagai khalifatullah akan mendapat tanda - tanda
khusus dari Tuhan dalam bentuk perlambangan tertentu.
Dalam kitab Babad Tanah Jawi,
dikisahkan bahwa takhta Kerajaan Majapahit sebelum diserahkan pada Raden Patah
harus terlebih dahulu diduduki (dilungguhi) oleh Sunan Giri selama 40 hari
sebagai syarat untuk menolak bala. Pelambang lainnya yang menunjukkan kekuatan
magis adalah alat gamelan berupa gong. Di Kerajaan Banjar tanda yang
berkekuatan magis berupa paying, keris, umbul-umbul, mahkota dan gamelan. Di
Ternate, benda yang dianggap mempunyai kekuatan magis, antara lain mahkota
kereta keranjang, paying, bendera, keris dan pedang.
DAFTAR PUSTAKA
Matroji.2008.Sejarah 2 SMA/MA.Jakarta:
Bumi Aksara.
Gunawan, Restu,
Dwi, dkk.2017.Sejarah Indonesia SMA/MA/SMK/MAK Kelas X.Jakarta: Kementerian
Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar